The Reaper (1/2)

 jnjung The Reaper (1/2)| Oh Sehun & Im Yoon Ah & Jessica Jung |
PG15 | Poor  Romance, Tragedy, Maybe Angst, Psycho, Little Gore Two Shots
note : ff ini juga diposting di blog pribadiku, selamat membaca ya._.

request-jnjung

1 |

Poster by IraWorlds©HSG

” A little blood and the reaper would make this story look more ‘sweet’.”

.

.

The Reaper

.

.

Pria berkulit pucat itu melangkah pelan. Mantel lusuhnya sesekali berkibar ditiup angin musim dingin yang tak bersahabat.

Sebuah pistol kaliber 5,7 mm tersimpan rapi dibalik mantel lusuh yang anehnya anti peluru itu. Ia mengedarkan iris coklat beningnya, tersenyum sinis saat beberapa pasang mata memandangnya jijik.

Pria itu kembali melangkahkan kakinya. Wajahnya datar, tapi tidak seorang pun yang tahu apa yang sedang dipikirkannya, atau mungkin saja tidak ada yang ingin tahu apa yang dipikirkannya. Entahlah…

~~~

Pria itu berlari sambil memegangi lengannya yang terus menerus mengalirkan darah, air hujan  membasahi tubuhnya yang terlihat lemah, seolah olah cairan anyir itu adalah bagian dari air hujan yang membasahinya.

Tepat di sebuah gang kumuh dan sempit yang dipenuhi kotoran dan beberapa tempat pembuangan sampah, ia berhenti. Dirasakannya kepalanya berdenyut nyeri, kakinya mendadak kaku, seolah tak mampu lagi menahan tubuhnya.

Dan tepat sepersekian detik sebelum tubuhnya roboh, ia melihatnya.

Wanita dengan wajah angkuh itu, menatapnya.

~~~

“Sudah bangun ya.”

Suara itu bergema di sebuah kamar sempit yang hanya ditempati oleh seorang wanita dengan seorang pria dengan posisi telentang disampingnya.

 Ruangan kamar itu terlampau sederhana. Satu-satunya benda (agak) berharga yang dapat dilihat di kamar sempit itu adalah sebuah lemari dengan ukiran-ukiran aneh di setiap sisinya,  sepasang meja dan kursi yang terbuat dari kayu dan tentunya  sebuah tempat tidur berukuran kecil dengan sebuah meja reyot di sampingnya.

” Ughh.”

Ringisan tertahan terdengar dari seorang pria yang mencoba bangkit dari posisi telentangnya. Sia-sia, ia hanya mendapati sakit yang semakin menjadi di bagian lengannya.

” Jangan buat dirimu terlihat semakin terlihat menyedihkan Tuan Oh.”

Pria itu mendongakkan kepalanya, bertemu tatap dengan seorang wanita yang kini menatapnya angkuh.

” Kau mengenalku?”

” Tidak ada alasan untukku untuk tidak mengenalmu tuan,” Bisik wanita dengan sorot matanya yang sulit diartikan. ” Oh Se Hoon.”

~~~

” Maaf.” Bisikan pelannya tertiup oleh angin musim dingin, tangannya terkepal erat. Marah, ia marah. Tapi apa seorang iblis sepertinya berhak marah?

Ia mencoba menetralkan perasaannya dengan cara semakin cepat melangkahkan kakinya, persetan dengan manusia-manusia bodoh yang sedari tadi memakinya dan well, jangan lupakan kata protes menjijikkan itu.

Demi tuhan yang sekalipun belum pernah ia sebut namanya, baginya orang-orang menjijikkan di sekelilingnya ini sama sepertinya, iblis yang berpura-pura menjadi manusia, go to hell bitch.

~~~

Sehun memandang wanita dihadapannya. Aneh, setidaknya itu lah yang ada dipikiran Sehun, sedari tadi wanita yang dimaksudnya hanya memandang kosong objek-yang-entah-apa-itu. ” By the way, siapa namamu?”

Wanita itu menoleh sesaat kearah Sehun. ” Tidak ada gunanya aku memberitahumu.” Ujarnya acuh.

” Well…” Sehun meraih rubiknya enggan dan memainkannya asal-asalan. ” …Hanya saja sayang sekali wanita cantik sepertimu tidak memiliki nama.”

” Huh, aku benar-benar peduli.” Ujar wanita itu sarkastik  dan kembali ke kegiatannya semula, memandangi benda apapun yang ada di dalam kamar sempit ini selain pria bodoh yang sedari tadi menatapnya dengan tatapan yang sama bodoh dan.. Oh, jangan lupakan saliva pria bodoh itu yang sedari tadi menetes dari ujung bibirnya, iuhh.

Sehun merubah posisi setengah duduknya menjadi posisi duduk sempurna. Kesal? Tentu saja! Ayolah, siapa yang tidak kesal jika sedari tadi  kau berada di ruangan (yang tidak ada nyaman-nyamannya) bersama seorang wanita (cantik) yang terus menerus mengacuhkanmu. Hello? Orang tampan disini.

” Cuma memberitahu namamu saja kok, apa susahnya sih?” Sehun mengikuti arah pandang wanita (cantik) didepannya. Nyaris membenturkan kepalanya ke tembok terdekat saat ternyata objek yang sedang diperhatikan wanita itu melalui jendela kecil disampingnya… 

‘Apa sekarang rerumputan liar dan tak terawat lebih menarik dari wajahku ini ? Terkutuklah tumbuhan menjijikkan itu.’

” Im Yoon Ah.” Lirihan (pelan) itu masih sanggup didengar Sehun. ” Ha?” Bingungnya.

 Wanita itu memutar iris madunya malas ” Sekedar informasi, aku tidak pernah suka mengulang kata-kataku.”

~~~

” Im Yoon Ah?”  Sehun menghetikan langkahnya, matanya terpejam erat tapi bibirnya terus menggumankan kalimat yang sama, ‘Im Yoon Ah‘.

Tertawa, suara tawanya terdengar seperti suara tawa seorang psikopat yang merindukan cairan anyir ditangannya. Tidak ada humor sedikitpun di suara tawa itu, itu hanya sebuah tawa kosong yang entah pantas disebut tawa atau tidak. Tidak ada lagi siapapun disini selain ia sendiri, termasuk orang-orang yang tadi menatapnya jijik.

Ia kembali tertawa (tawa yang lebih keras dari sebelumnya).  Saking kerasnya, ia merasakan paru-parunya mendadak terasa sesak karna persediaan oksigen yang mulai menipis.

” Im Yoon Ah??”

~~~

” Bolehkah aku tinggal disini?”

Yoona tersedak oleh cairan bening yang baru saja membasahi kerongkongannya. Mengalihkan pandangannya dari majalah di pangkuannya lalu menatap Sehun, si pria bodoh yang kini menatapnya memelas.

” Aku tidak suka bercanda, jika kau ingin tau.” Tegasnya angkuh dan datar, berbanding terbalik dengan hatinya yang kini merasa was-was. ‘ Seharusnya aku membiarkannya mati saja waktu itu, tcih’

Sehun meningkatkan tatapan memelasnya. ” Tampa ada pemberitahuan pun aku tau kau tidak suka bercanda…” Sehun menghetikan kalimatnya sejenak. “…Tapi aku serius, kumohon.” Lanjutnya lagi sambil menangkupkan kedua tangan di depan dadanya. Mungkin urat malunya sudah putus sampai ia mau berbuat sejauh ini.

” Tapi rumah ini sem…”

” Tidak apa-apa.”

” Tapi disi…”

” Tidak apa-apa.”

” Tapi kamarnya cu…”

” Aku bisa tidur dimanapun.” Ujar Sehun sambil membentuk lambang ‘victoria’ dengan jari telunjuk dan tengahnya, senyumannya masih setia terukir di wajahnya.

Kesal karna pria yang baru kemarin dikenalnya terus menerus memotong ucapannya akhirnya- ” Terserah kau saja lah.”

~~~

Sehun hampir saja kembali mengeluarkan tawa psikopatnya, sayangnya niat ‘suci’nya itu gagal  saat sebuah suara menghentikan langkahnya.” Oh Se Hoon.”

” Oh Se Hoon.” Suara itu kembali berteriak memanggilnya, entah kenapa ia tidak asing dengan suara  barusan. Ia ragu, tapi tak urung membiarkan tubuhnya berbalik berhadapan dengan si pemanggil dan… Bang! Pernah merasakan satu peluru besi merobek  jantungmu?

” Lama tidak bertemu Sehun.” Dan Sehun mungkin akan dengan sukarela memgeluarkan pistol kesayangannya yang terselip rapi di mantelnya lalu mencondongkan moncongnya didepan dahinya. Sungguh, itu berkali lipat lebih baik daripada melihat si pemanggil ini.

” Bagaimana kabarmu hm?” Si pemanggil itu membelai pelan  pipi pucat  Sehun dan berlanjut ke rahangnya.

” Mungkin akan lebih baik jika aku tidak melihatmu.” Ujar Sehun kesal. ‘Aku butuh pistol kesayanganku.’

Jari-jari lentik si pemanggil itu menjelajahi dada bidang Sehun. ” Sungguh? Kau bartambah manis Sehun.” Kali ini jari-jari bersangkutan mengusap pelan bibir Sehun.

” Apa-apaan menjauh dariku bitch.” Teriak Sehun, tangannya mendorong kasar tubuh ramping didepannya hingga bokong si pemanggil itu mendarat malang pada tanah keras dibawahnya.

Sehun menarik sebuah pistol dari saku mantelnya. ‘Pistol kesayanganku’

” Wow wow wow, relax man…” Dengan gerakan secepat mungkin, si pemanggil itu itu bangkit dari posisi terjatuhnya. ‘Dasar monster, biadab.’ Batinnya kesal sambil sesekali menepuk-nepuk dress-nya yang kotor akibat insiden memalukan tadi. “…Lagian aku belum sudi mati muda tau.”

” Hn?”

” Selain itu… Kau sama sekali tidak memenuhi ciri-ciri cowok idealku…” Si pemanggil itu memandang tajam kearah Sehun ” …Kris beribu kali lipat lebih baik darimu honey, apalagi dengan selera modemu yang semakin buruk.” Sindirnya sombong.

” Ya ya ya, terserah. Katakan apa tujuanmu.” Sehun membuang nafasnya kasar, kenapa ia harus bertemu dengan wanita menyebalkan ini?

” Cuih, siapa juga yang punya urusan denganmu. Aku hanya kebetulan lewat dan sialnya malah bertemu dengan orang brengsek sepertimu tertawa dengan tawa psikopat yang menjijikkan, hari yang sangat indah, fuck.”

Kepalan tangan Sehun meninju udara kosong di sekelilingnya. ” Like a care?”

Wanita itu terdiam sejenak. ” Bagaimana kabarmu?” Ujarnya dengan senyum di wajahnya, senyum prihatin.

Sehun tersenyum mengejek. ” Kau sudah mengatakan kalimat itu beberapa menit yang lalu…”  Ia mengelus pelan pistol berwarna hitam yang ada dalam genggamannya. “…Jangan bilang perbendaharaan katamu menipis karna terlalu lama tinggal di Paris?”

” Jangan balik bertanya brengsek.” Umpatnya marah. Iris hazel-nya berkilat berbahaya tapi kilatan itu menghilang saat melihat expresi sedih lelaki pucat disampingnya.

” Entahlah.” Lirihya pasrah. Ia merapatkan pinggiran mantelnya, sekedar mengurangi hembusan angin yang terus menerpa tubuhnya.

” Itu bukan salahmu Sehun, sadarlah.” Keluhnya lelah. ‘Siapapun, tolong katakan lelaki ini bukanlah sahabat bodohku Sehun.’

Hening menyertai langkah kedua anak manusia yang masing-masing sibuk dengan pikirannya, malam semakin larut saat kicauan burung malam memecah keheningan.

” Aku turut prihatin…” Desis wanita itu memecah keheningan diantara mereka.

Well, terima kasih atas perhatiannya.” Rasanya Sehun ingin berteriak sekencang yang ia bisa, sayangnya.. Meskipun ia ingin, wajah tampa expresinya lah yang muncul di wajah pucatnya.

Ragu, wanita itu masih ragu saat melihat sikap kalem Sehun. ” Tidak baik munafik dengan dirimu sendiri Sehun.” Gumannya.

” Hm?”

” Aku pergi…” Wanita itu mengecup pelan pipi Sehun, kebiasaannya sejak lama, dan semua orang tau hal tersulit di dunia ini adalah menghilangkan kebiasaan kan? “Take a care babe.”

Sehun menatap kosong punggung si wanita yang mulai menjauh dari pandangannya. Bayangan sosok itu makin mengecil hingga akhirnya menghilang ditelan kegelapan malam. ” Jessica Jung.”

~~~

” Pernahkah aku mengatakan kalau kamu mirip vampir?” Tanya Yoona pelan, pandangannya masih terpusat pada sebuah novel bertuliskan ‘Twilight’ di sampulnya.

Sehun memejamkan matanya, posisinya telentang dengan kedua tangan yang digunakannya untuk menyangga kepalanya. ” Hm?”

” Emm…” Yoona menghentikan kegiatan membacanya lalu menatap intens kearah Sehun. ” Kulitmu putih pucat seolah olah tak pernah disinari matahari, mirip Edward.”

” Hm?”  Sehun mencabut beberapa rerumputan liar yang tumbuh bebas di sekelilingnya, tangannya merobek-robek  asal rumput-rumput itu. ” Tentu saja berbeda! Aku lebih tampan.”

Yoona membekap mulutnya dengan kedua tangannya, sebisa mungkin berusaha menahan suara tawanya mendengar ucapan narsis Sehun. ” Edward lebih tam..” Yoona menghentikan ucapannya saat melihat tatapan tajam Sehun. Ia mengangkat tangannya (tanda menyerah) dengan expresi yang dibuat semenyesal mungkin. ” Maksudku kau lebih tampan.”

” Hm.” Sehun merasakan darahnya berdesir deras menuju wajahnya, yang alhasil menimbulkan gurat kemerahan di wajah pucat itu. Ia berbalik membelakangi Yoona yang (mungkin) masih sibuk dengan novelnya, mencengkram erat dadanya, mencoba menetralkan jantungnya yang kini saling berpacu.

Yoona tersadar akan ucapannya barusan. Ia cepat-cepat memalingkan wajahnya, menutupi guratan merah tipis yang samar-samar terlihat diwajahnya. ” Ja jangan sa salah sangka bodoh.” ‘ Bodohnya aku.’

Dedaunan kering pohon maple yang pada saat musim gugur berubah menjadi merah menyala, terjatuh bebas di sekeliling Yoona dan Sehun yang masih terdiam, sibuk meredakan perasaan aneh di antara mereka. Perasaan aneh yang tak dapat diperkirakan kapan datangnya, perasaan aneh yang hanya orang tertentu saja lah yang dapat merasakannya…

…Sesuatu bernama cinta…Mungkin.

~~~

” Aku bosan.”

Sehun menoleh ragu, mendapati mata coklat jernih yang kini menatapnya polos. Ia mendesah pelan, mengaduk enggan secangkir kopi yang mulai mendingin didepannya. ” Boleh aku tahu alasanmu tinggal di tempat asing ini?”

Hening melanda mereka, Sehun kini beranjak dari kursinya, menghampiri Yoona yang tengah sibuk dengan pie-nya.

Tangan pria pucat itu terarah merangkul pinggang  mungil didepannya. ” Bagaimana jika begini?” Bisiknya tepat diatas telinga wanita itu, hembusan nafasnya dengan jahil ia arahkan di titik sensitif wanita itu.

” A apa?” Yoona tampak terkejut mendapat perlakuan tiba-tiba itu. Ia masih berusaha bersikap mormal tapi… Ugh, terlalu… Bayangkan kau sedang dalam posisi seperti ini dengan siapapun-itu-tergantung-imajinasimu. Oh, God must be kidding.

Yoona hampir saja menjatuhkan potongan pie-nya (meskipun akhirnya benar-benar terjatuh) saat Sehun dengan seenaknya membalik tubuhnya, menghadapkannya kepada pria pucat yang kini menatapnya. Tangan pria itu terulur memeluk pinggangnya lebih erat. Ia tak ingin munafik, ia menyukai sentuhan pria itu, seolah-olah ada ribuan kupu-kupu yang berebutan mengepakkan sayap tipisnya di perutnya.

Seperti perasaan sekuntum bunga yang akan mekar.

” Berisik.”

Yoona mendongak perlahan, ia merasakan wajahnya memanas saat melihat wajah Sehun dengan jarak yang sangat dekat. Sial, dia benar-benar tampan-eh?

Wanita itu memilih membenamkan kepalanya di bahu tegap Sehun, rasanya hangat dan nyaman. Damn, semoga dia tidak mendengar detak…

” Jantungmu sangat berisik.”

Yoona rasanya ingin menggali lubang di dasar bumi sedalam-dalamnya, menguburkan tubuhnya ditempat itu dan tidak akan pernah lagi keluar dari lubang laknat itu. Great, aku sudah gila tampaknya.

” Tapi…” Sehun melepaskan kaitan tubuh mereka (yang entah kenapa membuat Yoona kecewa). Ia menuntun tangan kana Yoona kearah dada bidangnya. ” Dengar? Dia juga sangat berisik kan?”

Dan Yoona sadar ia telah jatuh cinta kepada pria aneh itu.

~~~

Dalam masa lalunya, di siang hari matahari selalu bersinar cerah yang dapat menimbulkan rasa hangat di hatinya dan malamnya digantikan oleh kerlap-kerlip bintang yang mengelilingi sang rembulan dengan cahaya teduhnya.

Ditemani sesosok wanita angkuh dan sombong (tapi tidak jarang bersikap manis) yang menemani harinya. Secangkir teh dengan aroma menenangkan dan beberapa camilan ringan cukup membuatnya bahagia. (jika ia beruntung) Seringkali di pagi hari sepiring pancake madu terhidang diatas meja makan sederhana ditemani secangkir kopi dengan kepulan asap hangatnya.

Seorang wanita dengan wajah angkuhnya akan mengucapkan ‘selamat pagi’ dengan suara kaku untuknya, melambaikan tangannya dan mengajaknya  duduk disampingnya, menikmati sarapan bersama.

Mereka akan berbicara basa basi tentang kisah-kisah mereka, berbicara hingga langit senja dan sang mentari menghilang dari peraduannya dan akhirnya saling mengucap ‘selamat malam’

Kisah bahagia, mirip dengan kebanyakan kisah roman di negri-negri dongeng. Seorang pangeran, putri cantik, istana yang indah, beberapa fantasi-fantasi yang manis dan… For a gods sake, terciptalah kisah happy ending impian setiap orang.

Tapi sayangnya tidak semudah itu, (kebanyakan) orang-orang kurang beruntung akan menemukan kekecewaan di akhir ceritanya. Hidup bukanlah negri dongeng, bukan pula fairyland yang penuh dengan imajinasi, bukan pula sebuah drama-drama roman yang (terlalu) sering dipentaskan. Hidup lebih rumit, penuh dengan skenario yang membingungkan.

Dalam masa depannya, siang dan malam sama saja, (menurutnya) tidak ada kehidupan disana. Masa lalu itu begitu kejam, tidak ada aroma teh yang menenangkan, kepulan asap dari secangkir kopi, camilan-camilan atau mungkin sepiring pancake madu menggiurkan?

Tidak ada kehangatan, tidak ada keceriaan.

Tidak ada Im Yoon Ah.

~~~

” Kau terlihat seperti zombie Sehun.” Suara itu menghentikan lamunan Sehun. Sejenak iris coklatnya menatap acuh si pemilik suara, tidak lama, karna ia segera mengalihkan pandangannya kembali.

Kris (nama pemilik suara tadi) berdecak kesal. ” Kau terlihat sangat buruk.” Komentarnya sinis.

Sehun menatap enggan kearah Kris yang kini tengah sibuk dengan gelas cocktail-nya (yang baru saja diambil Kris dari meja kecil menyerupai counter di dalam apartemen lelaki Kanada itu). ” Never judge me bitch!”

Sehun meraih mantel coklatnya yang terletak bebas di atas sebuah sofa merah maroon, menyampirkan mantel itu di bahunya dan melangkahkan kakinya tergesa.

” Sehun…” Langkah kaki Sehun terhenti, tapi ia tak mau repot-repot membalikkan badannya, cukup telinganya saja yang berfungsi saat ini. “… Penyesalan tidak menghasilkan apa-apa.”

Pria berkulit pucat itu mendengus dan mengibaskan telapak tangan kanannya. ” Terserah.”

~~~

” Sehun, kenapa langit menurunkan hujan?” Tanya Yoona ketika ia dan Sehun sedang menikmati hembusan angin yang sesekali menampar lembut kulit wajah mereka.

Sehun mengernyitkan alisnya bingung. ” Mungkin langit sedang ingin menurunkannya.” Sebuah tangan mendarat keras di punggung Sehun. ” Ayolah, aku bilang itu hanya kemungkinan kan?” Sebalnya.

Yoona memejamkan matanya erat, senyuman tulus terukir di wajahnya. ” Langit kehilangan miliknya yang berharga, hujan adalah tangisan orang-orang yang terlupakan.”

Sehun (lagi-lagi) mengernyitkan alisnya, tidak mengerti maksud dari kalimat yang diucapkan wanita disampingnya.

Hening melanda mereka, Sehun melirik kecil kearah Yoona yang kini memeluk lututnya, sesekali juntaian dedaunan panjang pohon willow membelai lembut punggung wanita itu.

Yoona menoleh, tersenyum kecil melihat wajah memerah Sehun karna ketahuan menatapnya diam-diam.” Hujan adalah tangisan dan bencana, tapi banyak orang mengartikannya sebagai sebuah kebahagiaan.”

~~~

” Tidak kusangka kau benar-benar serius mengundurkan diri dari geng ini.” Seorang pria dengan jas hitam dan rambut klimis anehnya memandang prihatin kearah Sehun.

Well, sayang sekali padahal setiap harinya kami menerima pemasukan yang sangat besar man...” Timpal pria dengan banyak tindikan di daerah telinganya. ” Benarkan?”

” Yeah, bahkan kelompok dari daerah utara yang berisi kumpulan wanita cantik tapi membahayakan itu sudah ada di bawah kekuasaan kami.”

Sehun hampir saja menggebrak meja didepannya saat mendengar kalimat ‘kelompok daerah utara‘, alhasil hanya kedua tangannya yang mengepal erat hingga samar-samar terlihat buku-buku jarinya yang memutih. ” Ayolah, jangan mulai lagi, kita sudah berulang kali membahasnya.”

” Kau terlihat menyeramkan Sehun, sungguh.” Guman pria berambut blonde dengan garis melintang di bagian pipinya.

 Wajah pucat Sehun memerah marah.” Apa urusanmu?” Pria pucat itu mengembalikan wajah stoic-nya. ” Seharusnya kalian sadar siapa yang membuatku begini?”

Well well, anggota geng ini selalu menerima kedatanganmu Sehun.”

” Dalam mimpimu Tuan Kim.”

~~~

Sehun tak pernah merasakan sesuatu yang berharga memasuki hidupnya. Ia juga tak pernah merasakan perasaan hangat yang mendebar-debarkan jantungnya.

Yang ia tahu (dengan begitu jelasnya), ia hanyalah seorang pria biasa hasil pem-bully-an orang-orang yang dengan sombongnya mengatakan mereka adalah sekelompok orang berpendidikan dan ia hanyalah sampah masyarakat.

Ia terbiasa menerima caci maki dari orang-orang disekelilingnya termasuk orang tua dan kakak laki-lakinya. Tidak, kalian tidak salah dengar!

Bagi Sehun kakaknya dan orangtuanya (baik itu ibunya/ayahnya) tidak lebih dari iblis yang terus berusaha mengacaukan hidupnya, darah bukanlah hal yang tabu untuknya. Dia hanya tersenyum sinis disaat-saat dimana cairah anyir itu mengotori tubuhnya, cairan anyir yang berasal dari luka-luka sayatan disekujur tubuhnya.

Seharusnya ia tak membiarkan iblis-iblis itu melukai tubuh porselannya. Yeah, seharusnya itu tak terjadi maka bencana itupun tak akan pernah terjadi.

~~~

Sehun menatap datar pisau dalam genggamannya, darah menetes liar dari ujung benda tajam itu. Ia tersenyum, lebih tepatnya menyeringai saat pandangannya beralih pada dua sosok manusia atau apapun yang masih tinggal di tubuh malang itu.

Bercak-bercak darah kini mewarnai lantai marmer rumah itu, warna marmer itu bukan lagi kecoklatan seperti yang sebelum-sebelumnya, warnanya lebih menyerupai mawar… Mawar yang sangat mengerikan.

Beberapa potongan  organ tubuh manusia berserakan di rumah mewah bernuansa Eropa classic tersebut, tapi Sehun seakan tak peduli, ia menganggap bahwa yang ada didepannya ini adalah suatu karya seni yang sangat mempesona.

Sehun melangkah, mendekati salah satu sosok diantara dua sosok manusia yang (baginya) kini tengah terlelap.

Tangannya menggapai beberapa helai surai hitam sosok itu. ” Bagaimana ibu?? Sudah kubilangkan aku sangat cocok menjadi seniman?”

Jari telunjuknya bergerak mengusap darah yang mengalir diantara potongan leher sosok itu lalu mengarahkannya kedalam mulutnya. ” Emm, darahmu manis ibu.”

Kakinya melangkah berbalik menuju sosok pria  (yang kini telah menunggunya). ” Ayah…”   Tangannya bergerak menuju saku celana seragam sekolahnya. ” Who’s the winner bitch?”  Teriaknya keras, tusukan-tusukan berbahaya menusuk perut pria malang didepannya.

” Loser, huh?”

brak

Suara dobrakan pintu mengalihkan perhatian Sehun. Ia berbalik, tersenyum manis mendapati seorang pria berambut blonde yang kini tengah membelalakkan matanya.

” Se Sehun?” Pria itu hanya bisa menelan saliva-nya susah payah, seolah-olah saat ini terdapat duri tajam didalam kerongkongannya.

” A apa-apaan i ini?” Matanya menatap ngeri sosok orangtuanya yang kini sudah tidak lagi berbentuk manusia utuh. Arghh! Betapa sulit mendeksprisikannya.

Sehun menampilkan senyuman palsunya. ” Ucapan selamat datang Oh Lu Han.”

” Me menjauh d dariku brengsek…” Luhan terus melangkah mundur menghindari tubuh ‘adik’nya yang kini semakin mendekat. ” Ki kita bb bisa membicarakan i ini ba baik-baik kan?”

Sehun memutar pisaunya. ” Mari berdiskusi dengan caraku kakak.” Putaran pisau itu semakin cepat, seolah benda tajam dan dingin itu memiliki nyawa tersendiri.

” A aku..” Sehun tak membiarkan ‘kakak tersayangnya’ itu menggerakkan bibirnya lagi. Dengan gerakan secepat mungkin, satu sabetan menghantam leher pria ‘kurang beruntung’ itu.

Bibir pria malang itu memang tak meneriakkan lolongan kesakitannya, tapi matanya membelalak penuh kengerian saat merasakan sesuatu yang dingin meronbek kulit lehernya..

Sehun tersenyum puas memandangi hasil ‘karya seni’nya. Kepala yang telah tepisah dari sosok tubuh itu, beberapa daging merah segar yang menjuntai ‘indah’ di antara perpotangan leher itu entah kenapa membuat otot-otot wajahnya bekerja membentuk sebuah lengkungan.

Sehun mengusap pisau kesayangannya dan menatap sosok-sosok (menjijkkan) di hadapannya. ” Potret keluarga yang indah.”

~~~

Sehun memejamkan matanya erat, memori-memori tentang masa lalunya berputar bagai sebuah roll film di otaknya.

” Sehun.”

Suara itu berbunyi nyaring di otaknya.

” Aku mencintaimu.”

Jangan lagi.

” Kita berbeda.”

Aku tak peduli.

” Tak mungkin bersama.”

Persetan.

” Sekarang dan nanti sama saja kan?”

Hentikan.

Perih mendera kepalanya saat suara-suara itu semakin gencar terngiang di telinganya, ia teringat semuanya. Satu kenyataan pahit membuatnya seolah terjatuh di jurang paling dalam yang pernah ada.

“Aku membunuhnya.”

⇐TBC⇒

thanx for reading all*bow

©jnjung

25 comments

  1. Msh ad beberapa hal yg bkin ak bngung sih , yg ak bisa tangkep sehun ngebunih kluarganya sndiri , trus sehun juga anggota geng , smacam pmbnuh byaran yaAa ??? Trus yoona-nya kmana ??

  2. aduh, serem bngt Sehun jd psikopat, emangnya dia punya dendam yg dalem ato prnh disakitin ampe bunuh kluarganya sndiri, n itu bgian trakhr, jgn2 Yoong dibunuh jg? (o_o;)

  3. annyeonghaseyo author,nae readers baru
    bangapsumnida 🙂
    kata2 yg ada di ff ini berkelas ya ,aku suka :3
    sehun bunuh yoona kah?ohmygod
    di tunggu next part nya 🙂

  4. Sehun koq bisa jadi org psyco gitu sih? Apa gagara ia sering dibully olh keluarganya truz mnjadi begitu? Mengerikan -_-
    Eh, siapa tuh yg menyatakan cinta pd Sehun?
    Uhhhhh.,,, penaran deh jadinya.
    Ditunggu kelanjutannya 🙂

  5. suka bngett… apalagi ff psycho kayak gini ckckck daebbak… mian, baru baca 😀 #lempar/chanyeol *me:hap!lalu ditangkap* #readers sarap

    tp agak gk mudeng pas mau tbc,

    ditunggu next chap

  6. Uh, sehun oppa seperti orang psycopat eoh.
    Jadi takut sendiri saat baca cerita ini. Ngebayangkan ajha udah merinding, aigo apa yang terjadi dengan yoona eonni semoga yoona baik” ajha.
    Next chapter eonni.

  7. aku masih belum ngerti maksudnya, hiks 😥
    itu hubungannya sama yoong unni apa?
    sad ato happy ending? kayaknya sad, tapi pengen banget happy ending YoonHun..

    next chapter nya ditunggu ^_^

Tinggalkan komentar